Minggu, 04 November 2012

Pendidikan Karakter


A.    Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Membangun Karakter Bangsa
Pendidikan merupakan upaya nyata untuk memfasilitasi individu, dalam mencapai kemandirian serta kematangan mentalnya sehingga dapat survive di dalam kompetisi kehidupannya. Pendidikan merupakan proses yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan warga Negara Indonesia yang memiliki karakter kuat sebagai modal dalam membangun peradaban tinggi dan unggul di segala bidang. Sedangkan karakter sendiri merupakan struktur antropologis manusia, tempat di mana manusia menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasan dirinya. Dari kedua pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan keseluruhan dinamika relasional antarpribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari dalam maupun dari luar dirinya, agar pribadi itu semakin dapat menghayati kebebasannya, sehingga ia dapat semakin bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka. Secara singkat, pendidikan karakter bisa diartikan sebagai sebuah bantuan social agar individu dapat bertumbuh dalam menghayati kebebasannya dalam hidup bersama dengan orang lain dalam dunia.
Pendidikan harus benar-benar ditanamkan pada setiap insan individu. Tidak hanya pendidikan yang bersifat intelektualis tetapi juga pendidikan yang bertujuan untuk membangun dan mengembangkan karakter individu yang bersifat positif. Struktur antropologis ini melihat bahwa karakter bukan sekedar hasil dari sebuah tindakan, melainkan secara simultan merupakan hasil dan proses. Karakter yang kuat dan baik akan terbentuk jika individu tersebut mendapat proses pembelajaran dan pendidikan yang baik (pendidikan karakter).
Character determines someone’s private thoughts and someone’s actions done. Good character is the inward motivation to do what is right, according to the highest standard of behaviour, in every situation” (Hill, 2002).
Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter bukan hanya berurusan dengan penananam nilai bagi seorang individu, namun merupakan sebuah usaha bersama untuk menciptakan sebuah lingkungan pendidikan tempat individu dapat menghayati kebebasannya sebagai sebuah prasyarat bagi kehidupan moral yang dewasa. Pendidikan karakter juga mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu ada macam paradigma dalam pengembangan karakter, yang pertama memandang pendidikan karakter dalam mencakup pemahaman moral yang bersifat lebih sempit, yang kedua  melihat pendidikan karakter dari sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang lebih luas, terutama melihat keseluruhan peristiwa dalam dunia pendidikan itu sendiri. Integrasi dari kedua paradigm inilah yang kemudiam melahirkan gagasan baru tentang pendidikan karakter sebagai pedagogi yang dikenal dengan pendidikan karakter;
Menurut Foerster ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter.
1.    Pertama, keteraturan interior di mana setiap tindakan  diukur berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan.
2.   Kedua, koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing  pada situasi baru atau takut risiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang.
3.      Ketiga, otonomi. Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat  dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain.
4.   Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang  baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Karakter yang menjadi acuan seperti yang terdapat dalam The Six Pillars of Character yang dikeluarkan oleh Character Counts  Coalition ( a project of The Joseph Institute of Ethics). Enam jenis karakter yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.     Trustworthiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi: berintegritas, jujur, dan loyal
b.   Fairness, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbuka serta tidak suka memanfaatkan orang lain.
c.    Caring, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki sikap peduli dan perhatian terhadap orang lain maupun kondisi sosial lingkungan sekitar.
d.    Respect, bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai dan menghormati orang lain.
e.    Citizenship, bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hukum dan peraturan serta peduli terhadap lingkungan alam.
f.     Responsibility, bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin.

B.     Aspek Kompetensi dan Indicator Pengembangan Karakter di Sekolah dan Perguruan Tinggi
Dalam pendidikan pengembangan karakter, terdapat tiga aspek yang harus ditinjau, meliputi:
1.      competence (kompetensi moral), yaitu kemampuan untuk menggunakan pertimbangan-pertimbangan moral dalam berperilaku moral yang efektif
2.      will (kemauan), yakni pilihan yang benar dalam situasi moral tertentu, biasanya merupakan hal yang sulit
3.      habit (kebiasaan), yakni suatu kebiasaan untuk bertindak secara baik dan benar.
Berdasarkan tiga aspek tersebut kita dapat meninjau, bahwa ketiga aspek tersebut memuat kerangka pikiran sebagai berikut:
1.      Karakter menyangkut perilaku yang amat luas karena di dalamnya terkandung nilai-nilai kerja keras, kejujuran, disiplen, mutu, maupun komitmen seseorang.
2.      Pengembangan karakter merupakan sesuatu yang tidak bisa dibentuk dalam jangka pendek, melainkan dapat dibentuk melalui penciptaan kultur pengembangan karakter secara bertahap.
3.      Menuntut kemampuan seseorang untuk mampu menentukan suatu pilihan secara tepat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan moral.
       Adapun kompetensi yang ingin dicapai pada pendidikan pengembangan karakter adalah kesimbangan antara kemampuan intelektual yang dimiliki seseorang dengan kecerdasan emosionaldan spiritual yang ditandai dengan kemampuan berinteraksi social dan berprilaku cerdas.
Indikator dari pendidikan pengembangan karakter ditujukan pada kemampuan seseorang untuk dapat menjalani kehidupan social di masyarakat. Hal ini sudah terpola dari kebiasaan-kebiasaan yang dapat mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual seseorang disamping kecerdasan intelektualnya.
C.    Model Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah dan Perguruan Tinggi
1.      Model Pengembangan Karakter di Sekolah
Salah satu model pengembangan pendidikan karakter di sekolah yang telah ada di Indonesia antara lain pengembangan sebuah model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter yang memfokuskan pada pembentukan seluruh aspek dimensi manusia, sehingga dapat menjadi manusia yang berkarakter. Kurikulum Holistik Berbasis Karakter ini disusun berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan diterapkan dengan menggunakan pendekatan Student Active Learning, Integrated Learning, Developmentally Appropriate Practices, Contextual Learning, Collaborative Learning, dan Multiple Intelligences yang semuanya dapat menciptakan suasana belajar yang efektif dan menyenangkan, serta dapat mengembangkan seluruh aspek dimensi manusia secara holistik.
            Model pendidikan holistik berbasis karakter ini telah dipakai oleh Departemen Pendidikan Nasional dalam proyek pengembangan “Model Penyelenggaraan BBE (Pendidikan Berorientasi Keterampilan Hidup) Melalui Pembelajaran Terpadu di sekolah dasar dan menengah” Direktorat Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, 2002), “Model Pembelajaran Tematis: Kelas Layanan Khusus di SD” (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, 2003), “Model Pembelajaran “Aku Cinta Indonesia” (Departemen Perindustrian dan Perdagangan bekerja sama dengan Depdiknas, 2003) dan TOT Tingkat Nasional “Model Pembelajaran Kecakapan Hidup Berbasis Karakter Bagi Instruktur/Pemandu Tingkat Propinsi, 2004”. (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, 2002), “Model Pembelajaran Tematis: Kelas Layanan Khusus di SD” (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, 2003), “Model Pembelajaran “Aku Cinta Indonesia” (Departemen Perindustrian dan Perdagangan bekerja sama dengan Depdiknas, 2003) dan TOT Tingkat Nasional “Model Pembelajaran Kecakapan Hidup Berbasis Karakter Bagi Instruktur/Pemandu Tingkat Propinsi, 2004”.
            Model ini memfokuskan pada pembentukan karakter siswa karena karakter siswa sebagai pembentuk karakter bangsa merupakan aspek penting yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter bangsa sangat tergantung pada kualitas karakter sumber daya manusianya (SDM). Oleh karena itu karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Menurut Freud kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini ini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak (Erikson, 1968).
            Masalah yang tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah sistem pendidikan dini yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan (afektif, empati, dan rasa). Padahal sebenarnya, pengembangan karakter lebih berkaitan dengan optimalisasi fungsi otak kanan. Mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karakter pun (seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada prakteknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya sekedar “tahu”). Pembentukan karakter harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan yang melibatkan aspek knowledge, feeling, loving, dan acting”.
            Pembentukan karakter dapat diibaratkan sebagai pembentukan seseorang menjadi body builder (binaragawan) yang memerlukan “latihan otot-otot akhlak” secara terus-menerus agar menjadi kokoh dan kuat. Pada dasarnya, anak yang kualitas karakternya rendah adalah anak yang memiliki tingkat perkembangan emosi-sosialnya rendah, sehingga anak beresiko besar mengalami kesulitan dalam belajar, berinteraksi sosial, dan tidak mampu mengontrol diri. Mengingat pentingnya penanaman karakter di usia dini dan mengingat usia prasekolah merupakan masa persiapan untuk sekolah yang sesungguhnya, maka penanaman karakter yang baik di usia prasekolah merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.
            Thomas Lickona (1991) mendefinisikan orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral—yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya. Pengertian ini mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Aristoteles, bahwa karakter itu erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus dilakukan. (Menurut Berkowitz (1998), dikutip dari: Membangun SDM Indonesia Melalui Pendidikan Holistic Berbasis Karakter) , kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar (cognition) menghargai pentingnya nilai-nilai karakter (valuing). Misalnya seseorang yang terbiasa berkata jujur karena takut mendapatkan hukuman, maka bisa saja orang ini tidak mengerti tingginya nilai moral dari kejujuran itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan karakter memerlukan juga aspek emosi. Menurut Lickona (1991), komponen ini adalah disebut “desiring the good” atau keinginan untuk berbuat baik.
            Holistik berbasis karakter di sekolahnya. Model ini memfokuskan pada pembentukan 9 pilar karakter kepada para siswa yang dilakukan secara eksplisit, dan berkesinambungan. Selain itu, pendidikan karakter bukanlah sesuatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, akan tetapi berkaitan dengan seluruh aktivitas kehidupan. Karenanya program pendidikan 9 Pilar Karakter dapat diintegrasikan ke dalam seluruh mata pelajaran akademis. Program yang menyeluruh ini bertujuan untuk menyeimbangkan antara hati, otak dan otot (Pendidikan Holistik). Diharapkan mereka akan menjadi anak-anak yang berfikir kreatif, bertanggung jawab dan memiliki pribadi yang mandiri (manusia holistik).

            Penerapan konsep pendidikan holistik berbasis karakter, dapat menggunakan metode pendidikan 9 pilar karakter. Masing -masing tema Pilar terdiri dari berbagai macam contoh kegiatan praktis bagi para pendidik yang terfokus pada metode: knowing the good, feeling and loving the good and acting the good. Ke-9 pilar karakter tersebut adalah :
1.    Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya (love God, trust, reverence, loyalty)
2.    Tanggung jawab, Kedisiplinan dan Kemandirian (responsibility, excellence, self reliance, discipline, orderliness)
3.    Kejujuran/Amanah dan Arif (trustworthines, honesty, and tactful)
4.    Hormat dan Santun (respect, courtesy, obedience )
5.    Dermawan, Suka menolong dan Gotong-royong/Kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generousity, moderation, cooperation)
6.    Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja keras (confidence, assertiveness, creativity, resourcefulness, courage, determination, enthusiasm)
7.    Kepemimpinan dan Keadilan (justice, fairness, mercy, leadership)
8.    Baik dan Rendah Hati (kindness, friendliness, humility, modesty)
9.    Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan (tolerance, flexibility, peacefulness, unity)

            Kurikulum Holistik Berbasis 9 Pilar Karakter akan membantu seluruh pendidik dalam menerapkan pedidikan karakter sepanjang tahun ajaran, yang diintegrasikan dalam seluruh disiplin ilmu. Masing -masing aspek dari kurikulum diterapkan dengan menggunakan pendekatan Student Active Learning, Developmentally Appropriate Practices, Integrated Learning, Contextual Learning, Collaborative Learning, dan Multiple Intelligences, yang dapat menciptakan pengalaman belajar yang efektif dan menyenangkan.(Dikutip dari, Membangun SDM Indonesia Melalui Pendidikan Holistic Berbasis Karakter)

2.      Model Pendidikan Pengembangan Karakter di Perguruan Tinggi
Model pendidikan pengembangan karakter pada perguruan tinggi diwujudkan melalui penyusunan program dalam kurikulum pengembangan karakter yang sistematis dan terintegrasi.
Untuk mewujudkannya, dapat diadakan suatu kegiatan yang wajib diikuti, yaitu live-in di suatu desa yang banyak dari masyarakatnya tidak berpendidikan, terutama anak-anak. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa dari berbagai universitas-universitas keguruan. Dalam lingkungan seperti inilah mahasiswa dapat berinteraksi secara nyata dengan masyarakat dan menunjukkan tingkat kepedulian mereka tingkat pendidikan masyarakat. Mahasiswa live-in di desa tersebut selama jangka waktu tertentu, misalnya 2 minggu. Dalam jangka waktu tersebut mahasiswa melakukan bakti sosial yang lebih diarahkan pada pemberian pembinaan bagi anak-anak desa yang tidak berpendidikan. Setelah kegiatan ini berlangsung hingga jangka waktu yang ditentukan, tingkat perkembangan karakter mahasiswa dapat dilihat dari efektifitas proses pembinaan dan pembelajaran yang dilaksanakan oleh mahasiswa kepada anak-anak. Sedangkan pendidikan karakter ini hanya berlaku selama jangka waktu yang ditentukan, bukan dalam jangka panjang.
Di samping hal tersebut peranan mata kuliah pengembangan seperti: mata kuliah kewarganegaraan, pendidikan agama maupun mata kuliah pengembangan yang lainnya, mengambil andil yang besar dalam rangka membentuk kualitas karakter mahasiswa yang cerdas dan berbudi pekerti yang luhur.
Secara jangka panjang, parameter yang dapat menjadi indikator manfaat pengembangan karakter bagi perguruan tinggi disesuaikan dengan strategi jurusan adalah banyaknya pengabdian kepada masyarakat dan praktek profesionalitas yang dilakukan baik oleh dosen maupun mahasiswa, lama studi, dan kemampuan menjaga profesionalitas dalam menjalankan profesi.

D.  Pengembangan Pendidikan Karakter di Negara Lain
Sumber yang ada menunjukkan bahwa pendidikan karakter di beberapa negara dimulai sejak pendidikan dasar, seperti di Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Apakah ada bukti bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis betul-betul memiliki efek positif dalam pencapaian akademis? Jawabannya ya. Berikut akan diberikan abstrak dari beberapa studi hasil pendidikan karakter di Amerika dan Cina. Pemerintah Amerika sangat mendukung program pendidikan karakter yang diterapkan sejak pendidikan dasar. Hal ini terlihat pada kebijakan pendidikan tiap-tiap negara bagian yang memberikan porsi cukup besar dalam perancangan dan pelaksanaan pendidikan karakter. Hal ini bisa terlihat pada banyaknya sumber pendidikan karakter di Amerika yang bisa diperoleh. Kebanyakan, program-program dalam kurikulum pendidikan karakter tersebut menekankan pada experiental study sebagai sarana pengembangan karakter siswa.
The Monk Study. Dalam penelitiannya, Mr. Doug Monk dari Kingwood Middle School di Humble, Texas, membandingkan evaluasi para guru terhadap murid sebelum dan sesudah diimplementasikannya kurikulum Lessons in Character. Dalam kurikulum yang lebih banyak mengajak murid untuk berinteraksi dalam kegiatan-kegiatan sosial dan mengembangkan kepekaan mereka, telah memberikan dampak positif dalam perubahan cara belajar, kepedulian dan rasa hormat terhadap para staff sekolah, dan meningkatnya keterlibatan para murid secara sukarela dalam proyek-proyek kemanusiaan (Brooks, 2005).
Di negara Cina, dalam program reformasi pendidikan yang diinginkan oleh Deng Xiaoping pada tahun 1985, secara eksplisit diungkapkan tentang pentingnya pendidikan karakter: Throughout the reform of the education system, it is imperative to bear in mind that reform is for the fundamental purpose of turning every citizen into a man or woman of character and cultivating more constructive members of society (Li, 2005). Karena itu program pendidikan karakter telah menjadi kegiatan yang menonjol di Cina yang dijalankan sejak jenjang pra-sekolah sampai universitas. Li Lanqing, seorang politikus dan birokrat Cina yang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan mendalam tentang pendidikan menenkankan tentang bahayanya sistem pendidikan yang terlalu menekankan hapalan, drilling, dan cara mengajar yang kaku, termasuk sistem pendidikan yang berorientasi hanya untuk lulus dalam ujian. Sebagai hasilnya, Cina yang relatif baru bangkit dari keterpurukan ekonomi, sosial, dan budaya akibat Revolusi Kebudayaan yang dijalankan oleh Mao, bisa begitu cepat mengejar ketertinggalannya dan menjadi Negara yang maju. Presiden Jiang Zemin sendiri pernah mengumpulkan semua anggota Politburo khusus untuk membahas bagaimana mengurangi beban pelajaran siswa melalui adopsi sistem pendidikan yang patut secara umur dan menyenangkan, dan pengembangan seluruh aspek dimensi manusia; aspek kognitif (intelektual), karakter, aestetika, dan fisik (atletik) (Li, 2005)



DAFTAR PUSTAKA
Brooks, D. 2005. Increasing Test Score and Character Education The Natural Connection. http://www.youngpeoplespress.com/Testpaper.pdf.
Hendra, M. Fransisca, 2003. “Identifikasi Karakter Mahasiswa Teknik Industri Universitas
Kristen Petra dan Harapan Industri Terhadap Karakter dan Non-Technical Skill Lulusan”. Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra 89
Hill, T.A., 2005. Character First! Kimray Inc., http://www.charactercities.org/downloads/
publications/Whatischaracter.pdf.
Kartadinata, S. Mencari Bentuk Pendidikan Karakter Bangsa. http://www.google.com
Kusuma, Doni. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta: PT. Grasindo
Li, L., 2005. Education for 1.3 Billion. Pearson Education and China: Foreign Language
Teaching & Research Press.
Megawangi, R., et.al. 2005. Membangun SDM Indonesia Melalui Pendidikan Holistic Berbasis Karakter. Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation.
Skripsi Jurusan Teknik Industri, No: 01/0754/IND/2003, Universitas Kristen Petra,
Surabaya.

PENDIDIKAN NON FORMAL

2.1 Tantangan dan Masalah dalam Dunia Pendidikan
Sejalan dengan perkembangan pembangunan di Indonesia, dunia pendidikan Indonesia di hadapkan pada tiga tantangan besar. Pertama,  dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, berkaitan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian terhadap berbagai kebijakan pendidikan sehingga dapat mewujudkan pendidikan yang lebih demokratis yang disesuikan dengan kebutuhan/keadaan daerah masing-masing, dan di harapkan mampu mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam dunia pendidikan serta pembangunan.
Selain ke tiga tantangan diatas adapun permasalahan lain yang dihadapai dunia pendidikan saat ini adalah (1) masih rendahnya  pemerataan memperoleh pendidikan, (2) masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, dan (3) masih lemahnya manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi. Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antar wilayah geografis, yaitu antara perkotaan dan pedesaan, serta antara kawasan timur Indonesia dan kawasan barat Indonesia, dan antar tingkat pendapatan penduduk maupun antar gender.  Disamping itu ada masalah-masalah lain yang masih ada kaitannya dengan pendidikan yang semakin menonjol pada akhir-akhir ini adalah pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Pelaksanaan desentralisasi pendidikan ternyata banyak menimbulkan kesulitan baru, dimana muncul gejala ketidak  harmonisan dan ketidak terpaduan pelaksanaan program antar pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. Kunci utama terciptanya kualitas dan pemerataan pembangunan pendidikan adalah pengembangan manajemen kelembagaan yang strategis dan terpadu serta pengembangan tenaga kependidikan Selain hal itu, masalah pasilitas dan tenaga pendidikan yang belum memadai dan kurang di  sesuikan dengan perkembangan jaman juga menjadi masalah yang pelik yang perlu di pertimbangakan.

2.2  Pendidikan nonformal
            Untuk dapat menghadapai tantangan era global yang sekarang ini, dimana telah terjadi persaingan yang bersifat global maka sangat diperlukan sumber daya manusia SDM yang memadai agar kita tidak kalah dengan negara-negara lain di Dunia. SDM yang dimaksud disini tidak hanya yang bersifat intelektual tetapi juga yang bersifat life skill atau keterampilan. Untuk dapat mengembangakan SDM ini maka pendidikan nonformal merupakan alternatif yang menjanjikan untuk dapat meningkatkan SDM manusia agar mampu memajukan pembangunan nasional dan menghadapi tantangan global.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Standar nasional pendidikan tinggi diatur seminimal mungkin untuk memberikan keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dalam mengembangkan mutu layanan pendidikannya sesuai dengan program studi dan keahlian dalam kerangka otonomi perguruan tinggi. Demikian juga standar nasional pendidikan untuk jalur pendidikan nonformal hanya mengatur hal-hal pokok dengan maksud memberikan keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang memiliki karakteristik tidak terstruktur untuk mengembangkan programnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan yang selanjutnya disebut LPMP adalah unit pelaksana teknis Departemen yang berkedudukan di provinsi dan bertugas untuk membantu Pemerintah Daerah dalam bentuk supervisi, bimbingan, arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal, dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai standar nasional pendidikan
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Ada berbagai jenis pendidikan non-formal. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Pendidikan Non Formal di masa mendatang akan menjadi pilihan utama masyarakat. Sebab, seiring dengan persaingan yang ketat dalam dunia usaha dan industri, hanya SDM yang memiliki kompetensi sesuai bidangnya yang akan mampu merebut peluang kerja. Dan disini Pendidikan Non Formal, antara lain, melalui pendidikan kecakapan hidup dan lembaga kursus akan memberikan keterampilan khusus yang ,mana di masa mendatang justru ini akan menjadi incaran masyarakat yang ingin mencari pekerjaan.

2.3 Peranan Pendidikan Nonformal Dalam Meningkatkan SDM
            Sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi masyarakat terutama mengatasi pengangguran dan menentaskan kemiskinan, maka pendidikan nonformal banyak mengembangkan pendidikan kecakapan hidup yang berbasis keunggulan desa, kota dan luar negeri. Kecakapan hidup merupakan suatu konsepsi yang bermaksud memberi seseorang bekal pengetahuan, keterampilan dan kecakapan fungsional berupa kecakapan pribadi, sosial, akademik dan vokasional secara praktis, ditambah dengan peningkatan kemampuan kewirausahaan serta nilai professional. Pada akhirnya seseorang mampu bekerja dan atau berusaha mandiri dengan memanfaatkan potensi dan peluang lingkungannya untuk meningkatkan mutu kehidupannya.
            Ada beberapa jenis pendidikan nonformal yang sangat berguna untuk meningkatkan kualitas SDM kita, diantaranya:
1.      Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat adalah adalah sebuah lembaga atau wadah yang menampung kegiatan belajar masyarakat sehingga keberadaannya merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih atau dijadikan ajang pemberdayaan masyarakat. Sejalan dengan pemikiran melembagakan  PKBM, maka potensi yang selama ini tidak tergali akan dapat digali, ditumbuhkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Prinsip utama pembentukan PKBM adalah bertolak dari kebermaknaan, kebermanfaatan dan keterlibatan warga belajar dalam perencanaan dan pelaksanaan program belajar. PKBM tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk masyarakat dan pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator. PKBM bukan milik pemerintah, tetapi dimiliki masyarakat yang dikelola oleh masyarakat setempat dimana PKBM berada. Bagaimanapun, keberhasilan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, pemerintah dan masyarakat.
Keterlibatan masyarakat dalam proses pendidikan secara tidak langsung akan meberikan ruang gerak yang lebih luas, sehingga masyarakat akan semakin mandiri dalam menentukan masa depannya. Dengan demikian pengembangan program-program yang ada di PKBM diarahkan pada pengembangan potensi masyarakat. Anggota masyarakat yang memiliki kelebihan, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan membantu mereka yang masih ketinggalan pendidikannya, sehingga masyarakat mampu untuk mandiri, menopang kehidupan keluarga dan mendukung pembangunan masyarakatnya. Dengan kata lain, apabila potensi yang ada di masyarakat dapat berkembang secara optimal, maka keberadaan PKBM akan selalu mendapat tempat dan dukungan dari masyarakat yang mengarah pada suatu tujuan, yaitu terciptanya masyarakat yang gemar belajar, kreatif, dinamis, mandiri, memiliki daya saing serta sanggup menghadapi segala tantangan ke depan.
2.      Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Masa dini usia merupakan periode kritis dalam perkembangan anak. Berdasarkan kajian neurology, pada saat bayi dilahirkan otaknya mengandung sekitar 100 milyar neuron yang siap melakukan sambungan antar sel. Selama tahun-tahun pertama, otak bayi berkembang sangat pesat dengan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan antar  neuron yang banyaknya melebihi kebutuhan. Kemudian perkembangan kecerdasan anak sangat  sangat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Sekitar 50% kapasitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berusia 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berusia 8 tahun, dan mencapai 100% ketika anak berusia 18 tahun. Hal ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya, dan selanjutnya perkembangan anak akan mengalami stagnasi.
 Karenanya, program PAUD harus  diperluas dan ditingkatkan mutu pelayannya melalui dukungan terhadap penyelenggara program penitipan anak, kelompok bermain dan satuan pendidikan anak usia dini yang sejenis. Di samping itu kegiatan penguatan program dilakukan melalui pengembangan model, konsolidasi data sasaran program, sosialisasi program, imbal swadaya penyelenggaraan program PAUD, bagi lembaga yang menjangkau keluarga miskin, penguatan kelembagaan melalui pemberian dana bantuan kelembagaan, pengadaan bahan belajar, pelatihan ketenagaan, pemberian bantuan teknis, serta pemantauan dan pengendalian program. Sesuai dengan dinamika masyarakat, dan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam penanganan program PAUD di lapangan dengan sektor terkait, maka penanganan program PAUD melalui jalur pendidikan non formal difokuskan pada aspek pendidikannya, khususnya pada satuan PAUD non TK.
3.      Pendidikan Kesetaraan
a.   Paket A setara SD dan Paket B setara SLTP
Program ini diprioritaskan pada anak usia 7-15 tahun atau lebih tua 2-3 tahun yang tidak sekolah, putus SD, lulus SD tidak melanjutkan ke SLTP dan putus SLTP dalam rangka menunjang wajib belajar 9 tahun. Dengan adanya program kejar Paket A dan Paket B akan memberikan kontribusi terhadap suksesnya Wajar 9 tahun. 
            Untuk menjamin mutu hasil program, diupayakan pemenuhan kebutuhan dalam penyelenggaraan program belajar mengajar, seperti:
(1)   Honorarium tutor ditingkatkan;
(2)   Rasio bahan belajar atau modul untuk tiap warga belajar, satu orang satu set,
(3)  Dalam penyelenggaraan program belajar diberikan pula latihan keterampilan sesuai dengan pilihan warga belajar, diutamakan untuk kelas terakhir (Paket A kelas V dan Paket B kelas 2),
(4)   Uji kualitas diselenggarakan melalui ujian akhir nasional (Pehabtanas) dua kali dalam satu tahun yaitu pada bulan Mei dan Oktober,
(5)   Kelompok belajar yang semula rata-rata jumlah warga belajar 30-40 orang tiap kelompok, dikurangi menjadi rata-rata 20 orang tiap kelompok (2003). Dengan berbagai penyesuaian di atas, diharapkan tercapainya standar mutu lulusan Paket A dan Paket B, sehingga apabila ada yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi tidak akan mengalami kesulitan.


 
DAFTAR PUSTAKA
Sudjana SF, Djudju. 1983. Pendidikan Nonformal (Wawasan-Sejarah-Azas).
            Theme:Bandung.
Soelaiman Joesoef dan Slamet Santosa.1981. Pendidikan Sosial. Usaha Nasional:Surabaya
Tilaar, H.A.R. 1997. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era
           Globalisasi.Grasindo:Jakarta.
Titarahardja, Umar dan La Sulo, S.L. 2005. Pengantar Pendidikan (Edisi Revisi).
           PT RINEKA CIPTA: Jakarta
Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Undang-undang no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
http://www.bit.lipi.go.id/masyarakat-literasi
http://www.pnfi.depdiknas.go.id